Photo :www.ncsl.org |
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar tentang Bayi
2.1.1 Pengertian Bayi Baru lahir Normal
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan
presentase balakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia
kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500 –
4000 gram, nilai Apgar > 7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiah, AY & Lia, Y,
2013:2).
Bayi Baru Lahir (BBL) normal bayi yang baru dilahirkan
pada kehamilan cukup bulan (dari kehamilan 37- 42 minggu) dan berat badan lahir
2500 gram sampai dengan 4000 gram dan tanpa tanda-tanda asfiksia dan penyakit
penyerta lainnya(Wahyuni, S, 2011:1).
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim
sampai dengan usia 28 hari. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan di
dalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan di luar rahim yang
serba mandiri (Putra, SR, 2012:184-185).
2.1.2 Klasifikasi Bayi
a.
Berdasarkan Berat Badan
1.
Bayi berat badan lahir cukup: bayi dengan
berat lahir > 2500 gram.
2.
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) atau Low
Birthweight Infant: bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500-2500 gram.
3.
Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR)
atau Very Low Birthweight Infant: bayi dengan berat badan lahir 1000-1500 gram.
4.
Bayi berat badan lahir amat sangat rendah (BBLASR)
atau Extremely Very Low Birthweight Infant: bayi lahir hidup dengan berat badan
lahir kurang dari 1000 gram(Marmi &Kukuh, R, 2015:3).
a.
Berdasarkan Umur Kehamilan atau Masa Gestasi
4.1
Preterm infant atau bayi prematur adalah bayi
yang lahir pada umur kehamilan tidak mencapai 37 minggu.
4.2
Term infant atau bayi cukup bulan (mature
atau aterm) adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan 37-42 minggu.
4.3
Postterm infant atau bayi yang lebih bulan
adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan sesudah 42 minggu (Amiruddin, R,
& Hasmi, 2014:146).
2.1.3 Evaluasi atau Penilaian Bayi Baru Lahir
a.
Apgar score
Penilaian
keadaan umum bayi dinilai 1 menit setelah lahir dengan penggunaan nilai
APGAR.Penilaian ini perlu untuk menilai apakah bayi menderita asfiksia atau
tidak. Setiap penilaian diberi angka 0, 1, dan 2. Dari hasil penilaian tersebut
dapat diketahui sebagai berikut.
1)
Nilai APGAR 7-10:bayi normal
2)
Nilai APGAR 4-6:bayi asfiksia sedang-ringan
3)
Nilai APGAR 0-3:bayi asfiksia berat. (Tando,
NM, 2013:145).
b.
Ballard score
Ballard score
merupakan suatu versi
sistem Dubowitz. Prosedur
ini penggunaan kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi
yang tenang dan beristirahat, sehingga lebih dapat diandalkan selama beberapa
jam pertama kehidupan. Penilaian menurut Ballard adalah dengan menggabungkan
hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik. Kriteria
pemeriksaan maturitas neuromuskuler diberi skor, demikian pula kriteria
pemeriksaan maturitas fisik. Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler
dan maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai
kematangan dicari masa gestasinya (Ballard JL, Khoury JC, Wedig K, et al,
1991:417).
2.2 Tinjauan Umum tentang Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR)
2.2.1 Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
a.
Berat bayi lahir rendah (BBLR) adalah bayi
yang memiliki berat badan 2500 gram atau kurang saat lahir (Williamson, R,&
Kenda, C, 2013:4).
b.
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) atau Low
Birthweight Infant: bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500-2500 gram (Marmi
&Kukuh, R,2015:3). Berdasarkan teori di atas dapat di simpulkan bahwa BBLR
merupakan bayi yang berat badannya kurang dari 2500 gram - 1500 gram dan umur
kehamilannya kurang dari 37 minngu atau di atas 37 minggu.
2.2.2 Prognosis Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Prognosis
bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal,
misalnya masa gestasi (makin muda masa gestasi/makin rendah berat bayi makin
tinggi angka kematian), asfiksia/iskemia otak, sindrom gangguan pernapasan,
perdarahan intraventrikuler, dysplasia bronkopulmonal, retrolental
fibroplasias, infeksi, dan gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemia,
hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi,
pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan, dan
postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah infeksi,
mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan
lain-lain) (Winkjosastro, 2006).
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Kejadian
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Terdapat
faktor risiko maternal yang mempengaruhi kejadian BBLR, adapun beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pekerjaan Ibu
Penelitian
Aminian, dkk (2011) menunjukkan bahwa usia kehamilan kurang dari 37 minggu
sering terjadi pada ibu yang bekerja dan rata rata berat bayi lahir berbanding
terbalik dengan lama waktu ibu bekerja. Selain itu, hal tersebut juga turut
dipengaruhi oleh durasi waktu berdiri ibu selama bekerja dalam sehari. Ibu yang
bekerja berisiko 2,41 kali lebih besar melahirkan BBLR dari pada ibu rumah
tangga (Septiani, R, 2015:15).
b. Usia Ibu Melahirkan
Usia
muda untuk menjadi seorang ibu seringkali membuat para ibu muda tersebut
kekurangan pengetahuan, pendidikan, pengalaman, pendapatan dan kekuatan
dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Beberapa budaya dimasyarakat, menjadi
ibu di usia yang muda harus menanggung efek dari sikap menghakimi dan
seringkali membuat situasi yang sudah sulit menjadi lebih buruk (Septiani, R,
2015:17). Ibu bersalin terbanyak pada umur beresiko (73,5%) dan pada BBLR
didapatkan mayoritas terjadi pada ibu tidak beresiko (69,4%), bila dibandingkan
dengan umur yang bersiko (57,7%), uji statistik diketahui tidak ada hubungan
antara umur dengan kejadian BBLR (Meihartati, T, 2017:76).
c. Pendidikan
Penelitian Frederick, dkk (2008) menemukan bahwa tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan dengan berat bayi yang dilahirkan, dimana
hal tersebut sejalan dengan penelitian Kanal, dkk (2014) (Septiani, R,
2015:18).
Pelaksanaan kegiatan ANC memiliki peran penting untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak, karena kunjungan ANC merupakan salah satu
sumber utama ibu mendapatkan tablet Fe dan edukasi mengenai kebutuhan nutrisi
yang penting selama masa kehamilan.Di mana ibu yang tidak melakukan kunjungan
antenatal, bahkan jumlah kunjungan yang kurang, dapat meningkatkan ibu
melahirkan bayi BBLR (Septiani, R, 2015:22). Berat lahir rendah ditemukan
berhubungan signifikan dengan total angka yang ditemukan. Ibu yang datang 1 atau
2 kali kunjungan ANC 16 kali lipat lebih cenderung memiliki BBLR daripada ibu
yang memiliki lebih dari 4 kunjungan ANC secara total. Kesempatan untuk
mengantarkan BBLR neonatus oleh ibu yang memiliki kunjungan ANC total sebesar 3-4
kali juga lebih tinggi (Bhaskar, RK, dkk, 2015:3).
e. Status Kurang Energi (KEK) Ibu
Kondisi asupan nutrisi saat kehamilan yang buruk merupakan salah
satu faktor resiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah. Salah satu
indikator untuk mengetahui status gizi ibu adalah melalui ukuran Lingkar Lengan
Atas (LILA) ≤ 23,5 cm, di mana hal tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
keadaan kekurangan energi dalam waktu lama (kronis) pada Wanita Usia Subur
(WUS) dan ibu hamil (Septiani, R, 2015:23-24).
Bayi yang diberi ASI kebanyakan yang lahir
dengan beratlahir rendah (66,7%) berasal ibu dengan usia kehamilan prematur
(<37 minggu),yang berarti belum cukup gestasional untuk memiliki
normalkelahiran. Diketahui bahwa pada kategori bayi aterm (38-42 minggu)
memiliki kehamilan normal tidak ada kategori.Bayi lahir dengan berat lahir
sangat rendah (berat 1000 sampai 1500 g). Sebaliknya pada bayi prematur yang
memiliki usia kehamilan tidak normal (<37 minggu) mengandung kategori berat
31,2% berat lahir dengan berat lahir sangat rendah(1000-1500 g). Disimpulkan
bahwa usia kehamilan berhubungan dengan berat lahir (Aritonang, E, dkk,
2015:310).
Berdasarkan hasil penelitian (Balarajan, dkk, 2013) melalui
analisis multivariat diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara konsumsi
tablet Fe dengan kejadian BBLR setelah mengontrol faktor sosioekonomi maupun
kunjungan antenatal(Septiani, R, 2015:27-28). Suplementasi zat besi ditemukan
berhubungan secara signifikan dengan BBLR. Ibu-ibu yang diberi dengan tablet
zat besi selama 90 hari atau kurang hampir tiga kali lebih rentan memiliki bayi
BBLR daripada ibu memiliki suplementasi zat besi selama lebih dari 90 hari
(Bhaskar, RK, dkk, 2015:3).
g. Sosial Ekonomi Ibu
Sosial ekonomi merupakan salah satu ukuran untuk menggambarkan
tingkat perbedaan sosial, yang meliputi pendapatan, pekerjaan dan tingkat
pendidikan. Tingkat sosial ekonomi yang rendah tidak dapat langsung
mempengaruhi perkembangan janin, melainkan sebagai suatu perantara pada faktor
risiko lainnya yang dapat menigkatkan risiko buruk pada saat janin lahir,
seperti nutrisi ibu, aktivitas fisik ibu, akses yang kurang terhadap kualitas
prenatal care, dan psikososial ibu (Septiani, R, 2015:28-29).
h. Merokok pada Masa
Kehamilan
Hipertensi pada ibu hamil dapat menyebabkan BBLR karena memberi
pengaruh pada aliran darah di plasenta yang menyebabkan terbatasnya suplai
nutrisi pada janin (Septiani, R, 2015:29).
Paritas adalah banyaknya jumlah anak yang pernah dilahirkan.
Banyaknya anak yang dilahirkan akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu
maupun anak, di mana resiko BBLR, kematian ibu maupun anak akan meningkat
apabila jarak melahirkan terlalu dekat. Hal tersebut dikarenakan fisik ibu dan
rahim yang masih kurang cukup istirahat karena ibu yang sering hamil, terutama
dengan jarak yang pendek akan menyebabkan ibu terlalu lelah akibat dari hamil,
melahirkan, menyusui, dan merawat anaknya terus menerus (Septiani, R, 2015:31).
Hasil penelitian didapatkan ibu bersalin mayoritas pada
multipara (66,3%), tetapi pada kejadian BBLR paling banyak terjadi pada
primipara (88,4%), bila dibandingkan dengan multipara (56,9%), hasil uji
statistik diketahui ada hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR
(Meihartati, T, 2017:76). k. Riwayat Ibu Melahirkan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR 3,3 kali lebih berisiko melahirkan
BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR
(Septiani, R, 2015:32).
2.2.4 Etiologi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Etiologi yang mempengaruhi kejadian BBLR
dengan persalinan preterm (prematur) yaitu:
a.
Faktor Ibu
1.
Toksemia Gravidarum (Pre-eklampsia dan
eklampsia).
2.
Riwayat kelahiran prematur sebelumnya,
perdarahan antepartum, malnutrisi, dan anemia.
3.
Kelainan berbentuk uterus (misal: uterus
bikurnis, inkompeten serviks).
5.
Ibu yang menderita penyakit seperti akut
dengan gejala panas tinggi (misal:tifus abdominalis dan malaria) dan kronis
(misal: TBC, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal (glomerulonefritis
akut).
6.
Trauma pada masa kehamilan antara lain jatuh.
7.
Kebiasan ibu (ketergantungan obat narkotik,
rokok, dan alkohol).
8.
Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
9.
Bekerja yang terlalu berat.
10. Jarak
hamil dan bersalin terlalu dekat.
b.Faktor Janin
1.
Kehamilan ganda.
2.
Hidramnion.
3.
Ketuban pecah dini.
4.
Cacat bawaan
5.
Kelainan kromosom.
6.
Infeksi (misal: rubella, sifilis,
toksoplasmosis).
7.
Inkompatibilitas darah ibu dari janin (faktor
rhesus, golongan darah A, B, dan O).
8.
Infeksi dalam rahim.
c. Faktor
Lain
Selain faktor ibu dan janin ada pula faktor
lain:
1.
Faktor plasenta (plasenta previa dan solusi
plasenta).
3.
Faktor keadaan sosial ekonomi yang rendah
(kebiasaan, pekerjaan yang melelahkan, dan merokok) (Rukiah, AY & Lia, Y,
2013:244).
2.2.5 PenggolonganBayi Berat Lahir Sangat Rendah
(BBLSR)
Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
Prematuritas murni adalah bayi dengan masa kehamilan yang
kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia
khamilan (berat terletak antara persentil ke-10 sampai persentil ke-90), pada
intrauterus growth curve atau disebut:
1.Neonatus Kurang Bulan –
Sesuai untuk Masa Kehamilan (NKB-SMK).
2.Neonatus Cukup Bulan –
Sesuai Masa Kehamilan (NCB-SMK).
3.Neonatus Lebih Bulan –
Sesuai Masa Kehamilan (NLB-SMK).
b.
Dismatur
Dismatur adalah bayi dengan
berat badan kurang dari seharusnya untuk masa gestasi/kehamilan akibat bayi
mengalami retardasi intra uterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa
pertumbuhan (KMK). Dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, post term yang
terbagi dalam:
1.
Neonatus Kurang Bulan – Kecil untuk Masa
Kehamilan (NKB - KMK).
2.
Neonatus Cukup Bulan – Kecil untuk Masa
Kehamilan (NCB - KMK).
Berat
badan lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan) atau dismaturitas (cukup
bulan). Beberapa penyakit yang berhubungan dengan BBLSR:
a.
Penyakit yang Berhubungan dengan Prematuritas
1.
Sindrom gangguan pernapasan idiopatik
(penyakit membrane hialin).
2.
Pneumonia aspirasi, karena refleks menelan
dan batuk belum sempurna.
3.
Perdarahan spontan dalam ventrikal otak
lateral, akibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernapasan).
4.
Hiperbilirubinemia, karena fungsi hati belum
matang.
5.
Hipotermi.
b.
Penyakit yang Berhubungan dengan Dismaturitas
1.
Sindrom aspirasi mekonium.
2.
Hipoglikemia, karena cadangan glukosa rendah.
3.
Hiperbilirubinemia.
4.
Hipotermi
(Maryunani, A, 2013:46-47).
2.2.7 Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Sangat
Rendah (BBLSR)
a.
Langkah-Langkah Penanganan BBLSR Secara Umum
1) Mempertahankan
suhu tubuh dengan ketat
Karena
bayi BBLSR mudah mengalami hipotermi, maka itu suhu tubuhnya harus di
pertahankan dengan ketat. Cara mempertahankan suhu tubuh bayi
BBLSR dan penangannya jika lahir di puskesmas atau petugas kesehatan yaitu:
a)
Keringkan badan bayi BBLSR dengan handuk
hangat.
b)
Kain yang basah secepatnya di ganti dengan
yang kering dan hangat dan pertahankan tubuhnya dengan tetap.
c)
Berikan lingkungan hangat dengan cara kontak
kulit ke kulit dan bungkus bayi BBLSR dengan kain hangat.
d)
Beri lampu 60 watt denga jarak minimal 60 cm
dari bayi.
e)
Beri oksigen.
f)
Tali pusat dalam keadaan bersih .
2)
Mencegah infeksi dengan ketat
Bayi BBLSR sangat rentan akan infeksi, maka
prinsip – prinsip pencegahan infeksi termasuk cuci tangan sebelum memegang
bayi. Pencegahan infeksi, yaitu:
a)
Cara kerja aseptik, cuci tangan setiap akan
memegang bayi.
b)
Mencegah terlalu banyak bayi dan petugas
dalam satu ruangan.
c)
Melarang petugas yang menderita infeksi masuk
ke tempat bayi dirawat.
d)
Antibiotik disesuaikan dengan pola kuman.
e)
Membatasi tindakan seminimal mungkin (Sudarti
& Afroh, F, 2013:6).
3) Pengawasan
nutrisi (Air Susu Ibu (ASI))
Refleks menelan bayi BBLSR belum sempurna dan
sangat lemah, sehingga pemberian nutrisi harus di lakukan dengan cermat.
Sebagai langkah awal jika bayi BBLSR bisa menelan adalah
tetesi ASI dan jika bayi BBLSR belum bisa menelan segera rujuk (rujuk ke rumah
sakit jika bayi BBLSRnya di tangani di puskesmas).Prinsip umum pemberian cairan
dan nutrisi, yaitu:
a)
Prinsip diberikan minum peroral sesegera
mungkin.
b)
Periksa refleks hisap dan menelan.
c)
Motivasi ASI.
d)
Pemberian nutrisi intarvena jika ada
indikasi.
e)
Berikan multivitamin jika minum enteral dapat
diberikan secara kontinyu (Sudarti & Afroh, F, 2013:6).
4) Penimbangan
ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi
gizi / nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu
penimbangan berat badan harus di lakukan dengan ketat. Kebutuhan cairan untuk
bayi baru lahir adalah 120 – 150 ml / kg/hari atau 100 – 120 ml/kg/hari.
Pemberian di lakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan bayi untuk segera
mungkin mencukupi kebutuhan cairan/kalori. Selain itu kapasitas lambung bayi
BBLSR sangat kecil sehingga minum harus sering di berikan tiap jam. Perhatikan
apakah selama pemberian minum bayi menjadi cepat lelah, menjadi biru atau perut
membesar / kembung (Amiruddin, R,& Hasmi, 2014:142-143).
b.
Penanganan BBLR dengan Inkubator
1)
Bayi yang dapat di inkubator.
b)
Bayi sakit berat (sepsis dan gangguan nafas
berat).
2)
Cara pemakaian inkubator
a)
Pastikan inkubator berfungsi dengan baik.
b)
Nyalakan alat sebelum di pakai agar matras,
linen hangat.
c)
Atur suhu inkubator yang dikehendaki
(dilakukan bertahap) sesuai umur dan berat bayi.
d)
Gunakan satu inkubator untuk satu bayi.
e)
Periksa suhu inkubator dengan termometer
ruang.
f)
Minimalkan membuka pintu inkubator, jaga
lubang selalu tertutup agar suhu inkubator tetap hangat.
g)
Bersihkan inkubator dengan desinfektan.
h)
Ganti air reservoir setiap hari.
3)
Keuntungan inkubator
a)
Membantu melakukan pengamatan pada bayi.
b)
Bersih dan hangat.
c)
Mempertahankan suhu pada tingkat tertentu.
d)
Memudahkan penyediaan oksigen.
e)
Bayi dapat telanjang bila diperlukan.
4)
Kerugian inkubator
b)
Perlu tenaga terlatih untuk merawat dan
membersihkan alat.
c)
Perlu sumber listrik.
d)
Memudahkan bakteri tumbuh.
e)
Lebih sulit dibersihkan.
f)
RIsiko kepanasan dan infeksi (Sudarti &
Afroh, F, 2013:14-15).
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin,
R & Hasmi. (2014). Determinan
kesehatan ibu dan Anak. Jakarta: TIM
Marmi & Kukuh, R. (2015). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta : Pustaka
Belajar
Maryunani, A. (2013). Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Jakarta: TIM
Putra, SR. (2012). Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan Kebidanan.
Yogyakarta: Diva Press
Rukiah,
AY & Lia, Y. (2012). Asuhan Neonatus
Bayi dan Anak Balita. Jakarta: TIM
Saifuddin, AB, dkk.(2014). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saleha, S. (2012). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita. Makassar: Alauddin University
Press
Septiani, R. (2015). Faktor Maternal pada kejadian Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) Di Indonesia. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta
Sudarti & Afroh, F. (2013). Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Tando, NM. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: In Media
Wahyuni, S. (2011). Asuhan Neonatus, Bayi Dan Balita: Penuntun Belajar Praktik Klinik.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Williamson, A &Kenda, C. (2013). Buku Ajar Asuhan Neonatus. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Winkjosastro, H. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka sarwono Prawirohardjo
World Health Organization (WHO). (2016).
Global Health Observatory (GHO) Data-
Child Mortality and Causes of Death. Regional Office
0 Comments