![]() |
Google.com |
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep
Role Play
Metode role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran
sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah,
mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin
muncul pada masa mendatang.
Dengan menggunakan metode role playing dapat mendorong siswa bermain
peran melalui dialog melalui interaksi sehingga dapat menghasilkan keterampilan
berbicara seperti mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Keterampilan
berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi
artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan
kepada orang lain.Keterampilan berbicara sebagai keterampilan berbahasa yang
sifatnya produktif, menghasilkan, memberi, atau menyampaikan.Pembicara
menyampaikan informasi kepada orang lain (penyimak), pembicara fungsinya
sebagai komunikatir dan penyimak sebagai komunikan.
Metode role playing (bermain peran) juga dapat diartikan suatu cara
penguasaan bahan-bahan melalui pengembangan dan penghayatan anak didik.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan oleh anak didik dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Dengan kegiatan memerankan
ini akan membuat anak didik lebih meresapi perolehannya. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pelaksanaan metode bermain peran ini adalah penentuan
topik, penentuan anggota pemeran, pembuatan lembar kerja (kalau perlu), latihan
singkat dialog (kalau perlu) dan pelaksanaan permainan peran.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi: kemampuan
bekerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian. Melalui
bermain peran peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antar
manusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara
bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan,
sikap-sikap, nilai-nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Metode role playing adalah metode yang
dilakukan oleh dua orang siswa atau lebih dengan cara mengarahkan peserta didik
untuk memainkan suatu peran sesuai dengan peran yang telah berikan oleh
pendidik dalam suatu peristiwa
2.2 Penggunaan
Role Play dalam Pembelajaran
Pada dasarnya pembelajaran harus sebisa mungkin terwujud dalam suasana
yang menyenangkan dan melibatkan keaktifan peserta didik, agar peserta didik
dapat mengalami pembelajaran yang bermakna dan benar-benar memahami apa yang ia
pelajari. Pemebelajaran tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan metode
role playing. Melalui kegiatan role playing, pembelajar mencoba mengekpresikan
hubungan-hubnungan antar manusia dengan cara memperagakannya, bekerja sama dan
cara mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama pbelajar dapat
mengekpresikan perasaan, sikap, nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Bermain peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk menghadirkan
peran-peran yang ada dalam dunia nyata kedalam suatu pertunjukkan peran di
dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar
peserta memberikan penilaian. Pemebelajaran ini lebih menekankan terhadap
masalah yang diangkat dalam pertunjukan, dan bukan pada kemampuan pemain alam
melakukan permainan peran. Dalam role playing murid diperlakukan sebagai subyek
pemebelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa bersama
teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimuali dari lingkungan
yang berpusat pada diri murid.
2.3 Manfaat
dan Kekurangan Metode Pembelajaran Role Playing
Manfaat
dan kelebihan :
1. Role playing dapat memberikan semacam hidden
practice, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap
materi yang telah dan sedang mereka pelajari.
2. Role playing melibatkan jumlah murid yang
cukup banyak, cocok untuk kela besar
3. Role playing dapat memberikan kepada murid
kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan
4. Seluruh siswa dapat berpartisipasi dan
mempunyai kesemapatan untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerja sama hingga
berhasil
5. Merupakan pengalaman belajar yang
menyenangkan bagi anak
6. Suasana yang menggembirakan bagi siswa selama
mereka belajar metode role playing dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran.
Kekurangan :
1. Menimbulkan kegaduhan sehingga terkadang menyebabkan
kelas yang lain merasa terganggu
2. Dibuthkan keterampilan guru dalam mengelola
permainan
3. Siswa kurang maksimal atau menghayati peran
yang dilakoninya
4. Mebutuhkan banyak waktu untuk melakuakn
persiapan dalam bermain peran
5. Dibutuhkan kecakapan bahasa yang baik bagi
siswa
2.4 Tujuan
Pembelajaran Role Playing
Menurut Zuhaerini (1983: 56), model ini digunakan apabila pembelajaran
di maksudkan untuk :
a. Menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya
menyangkut orang banyak dan berdasarkan pertimbangan didaktim lebih baik
didramatisasikan daripada di ceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat
dihayati oleh anak
b. Melatih anak-anak agar mereka mampu
menyelesaikan masalah-masalah social-psikologis
c. Membagi pengalaman dan menarik generalisasi.
2.5 Prinsip
Pembelajaran Model Role Playing dalam Pembelajaran
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan model
pembelajaran ini, karena penggunaan model bermain peran tidak dapat digunakan
untuk semua materi dan situasi pembelajaran.
1. Penggunaan model role playing harus di
sesuaikan dengan tujuan pembelajaran, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
secara efektif dan efisien
2. Mengetahui kemampuan awal siswa
3. Kemudahan materi untuk dapat diterapakan
dalam model role playing
4. Kegunaan model role playing dakam penyampaian
materi itu sendiri
2.6 Langkah
Penerapan Model Role Playing
1. Persiapan Simulasi
a.
Menetapkan
topic atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi
b.
Guru
memberikan gambaran maslaah dalam situasi yang akan disimulasikan. Situasi-situasi
masalah yang dipilih harus menjadi “sosiodrama” yang menitik beratkan pada
jenis peran, masalah dan situasi familier, serta pentingnya bagi siswa.
Keseluruhan situasi harus dijelaskan, yang meliputi deskripsi tentang keadaan
peristiwa, individu-individu yang dilibatkan, dan posisi-posisi dasar yang
diambil oleh pelaku khusus. Para pemeran khusus tidak didasarkan kepada
individu nyata di dalam kelas, hindari tipe yang sama pada waktu merancang
pemeran supaya tidak terjadi gangguan hak pribadi secara psikologis dan merasa
aman
c.
Guru
menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang harus
dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan
Guru
memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta memberikan
instruksi-instruksi yang bertalian dengan masing-masing peran kepada audience.
Para audience diupayakan mengambil bagian secara aktif dalam bermain peran itu.
Untuk itu, kelas dibagi dua kelompok, yakni kelompok pengamat dan kelompok
spekulator, masing-masing melaksanakan fungsinya.
Kelompok
1 bertindak sebagai pengamat yang bertugas mengamati: (1) perasaan individu
karakter, (2) karakter-karakter khusus yang diinginkan dalam situasi dan (3)
mengapa karakter merespons cara yang mereka lakukan.
Kelompok
2 bertindak sebagai spekulator yang berupaya menanggapi bermain peran itu dari
tujuan dan analisis pendapat. Tugas kelompok ini mengamati garis besar
rangkaian tindakan yang telah dilakukan oleh karakter-karakter khusus.
d.
Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang
terlibat dalam pemeranan simulasi
2. Pelaksanaan Simulasi
a.
Simulasi
mulai dimainkan oleh kelompok pemeran. Para aktor terus melakukan perannya
sepanjang situasi bermain peran.
b.
Para
siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
c.
Guru
hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat kesuliatan
d.
Simulasi
hendaknya dihentikan pada saat puncak.hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa
berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan
3. Penutup
a.
Melakukan
diskusi baik tentang jalannya simulasi, maupun materi cerita yang
disimulasikan. Guru harus mendorong agar siswa dapat meberikan kritik dan
tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi.
Keseluruhan
kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat pada situasi
bermain peran. Masing-masing kelompok audience diberi kesempatan untuk
menyampaikan hasil observasi dan reaksi-reaksinya. Para pemeran juga dilibatkan
dalam diskusi tersebut. diskusi dibimbing oleh guru dengan maksud berkembang
pemahaman tentang pelaksanaan bermain peran serta bermakna langsung bagi hidup
siswa, yang pada gilirannya menumbuhkan pemahaman baru yang berguna untuk
mengamati dan merespons situasi lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Siswa
memberikan keterangan, baik secara tertulis maupun dalam kegiatan diskusi
tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dalam bermain peran. Siswa
diperkenankan memberikan komentar evaluative tentang bermain peran yang telah
dilaksanakan, misalnya tentang makna bermain peran bagi mereka, cara-cara yang
telah dilakukan selama bermain peran, dan cara-cara meningkatkan efektivitas
bermain peran selanjutnya.
c.
Guru
menilai efektivitas dan keberhasilan bermain peran. Dalam melakukan evaluasi
ini, guru dapat menggunakan komentar evaluatif dari siswa, catatan-catatan yang
dibuat oleh guru selama berlangsungnya bermain peran. Berdasarkan evaluasi
tersebut, selanjutnya guru dapat menentukan tingkat perkembangan pribadi,
sosial dan akademik para siswanya.
d. Merumuskan
kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,
Ernani. “Pengaruh
Metode Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara” JIP: Jurnal Ilmiah
PGMI. Volume 2, Nomor 1, Januari 2016 P-ISSN: 2527-4589 Available online at http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jip
Anas,
Muhammad. 2014. “Mengenal Metode
Pemebelajaran”. ISBN ii. http://digilib.uinsby.ac.id/1625/4/Bab%202.pdf
Bastabel, Susan B. 2002. “Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip
Pengajaran dan Pembelajaran”. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
0 Comments