MAKALAH PERUBAHAN FISIK DAN HORMONAL PADA REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI PUBERTAS

Photo : Komposiana.com


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Masa remaja merupakan periode kehidupan terjadinya perubahan biologis, psikologis dan sosial. Batas usia remaja menurut WHO (2009), adalah 12-24 tahun. Di Indonesia jumlah remaja berusia 10 hingga 24 tahun mencapai sekitar 64 juta atau 27,6 persen dari total penduduk Indonesia. Menurut badan pusat statistik (BPS) Jawa Tengah tahun 2014, kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 8.145.616 jiwa yang terdiri dari 51,8% remaja laki-laki dan 48,2% remaja perempuan. Pada masa remaja, manusia mengalami kematangan dari segi fisik psikologis maupun sosialnya.
Perubahan yang paling mencolok adalah fisik Penyesuaian dan adaptasi dibutuhkan untuk menghadapi perubahan ini agar memperoleh identitas diri. Masa remaja ini ditandai dengan pubertas. Pubertas merujuk pada saat dimanaterdapat kemampuan reproduksi, matangnya organ reproduksi ditandai dengan haid pada anak perempuan. Pubertas berawal dari perubahan hormonal yaitu hormon estrogen pada wanita, dan hormon testosteron pada pria. Hormon esterogen pada perempuan berperan dalam timbulnya karakteristik seks sekunder seperti pertumbuhan payudara (Potter dan Perry, 2009) dan karakteristik seks primer seperti perubahan biologis yang melibatkan organ-organ yang diperlukan 2 untuk melakukan reproduksi seperti indung telur, tuba falopi, rahim dan vagina. Usia pubertas pada anak perempuan berkisar antara 9-13,5 tahun. Perubahan fisik pada masa pubertas terjadi seiring dengan perkembangan karakteristik seks primer dan sekunder. Masalah-masalah yang timbul pada saat menghadapi usia pubertas ini adalah  hasil dari perubahan fisik dan hormonal yang menimbulkan kecemasan, penolakan dan rasa malu dimana sifat persepsi tersebut membentuk perilaku seseorang, apabila perilaku tersebut tidak didasari pengetahuan dan kesadaran, maka akan menimbulkan perilaku yang tidak baik.

1.2  Rumusan Masalah
                      1.2.1     Apakah pengertian anak pubertas?
                      1.2.2     Bagaimana minat anak pubertas?
                      1.2.3     Apakah pengertian kematangan seksual?
                      1.2.4     Bagaimana homoseksualitas pekerkembangan pada anak pubertas?
                      1.2.5     Apakah pengertian realisasi dari fantasi seksual?
                      1.2.6     Bagaimana proses identifikasi pada anak pubertas?

1.3  Tujuan Penulisan
                      1.3.1     Untuk mengetahui pengertian anak pubertas
                      1.3.2     Untuk mengetahui minat anak pubertas
                      1.3.3     Untuk mengetahui pengertian kematangan seksual
                      1.3.4     Untuk mengetahui homoseksualitas perkembangan pada anak pubertas
                      1.3.5     Untuk mengetahui pengertian realisasi dan fantasi seksual
                      1.3.6     Untuk mengetahui proses identifikasi pada anak pubertas

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1       Definisi Pubertas
Pubertas atau puber berasal dari kata pubes. Ada yang mengartikannya sebagai tumbuhnya pubic hair atau rambut kemaluan, karena memang pada saat rambut di bagian tubuh tertentu di tubuh seperti pada kemaluan dan ketiak. Tapi ada yang memberikan arti lebih luas untuk puber, yaitu sebagai masa akil baligh.
2.2       Perubahan Psikis Anak Remaja Masa Pubertas
Pada masa pubertas anak remaja akan memperlihatkan gejala sebagai berikut :
2.2.1      Keinginan untuk menyendiri
Hal ini terjadi pada umur lebih kurang 12 atau 13 tahun, anak tidak ada perhatian lagi pada teman-temannya, dia mengasingkan diri dari kelompomnya dan lebih senang duduk sendiri dikamar dengan pintu tertutup.
2.2.2      Keseganan untuk bekerja
Anak pada masa kanak-kanak selalu sibuk dan nampaknya tidak pernah merasa capek bekerja atau bermain-main, tapi sekarang nampak selalu capek. Sebenarnya untuk bekerja hari ini bukanlah disebabkan karena kemalasan atau karena adanya perubahan dalam tingkatana inteleknya tapi akibat dari perkembangan jasmaniah yang berjalan dengan cepat. Biasanya anak sering tidak menjalankan kewajibannya, dan dia dikatakan malas. Hal ini menimbulkan rasa tidak senang dan rasa segan untuk menjalankan kewajibannya.
2.2.3      Kurang percaya diri pada diri sendiri
Pada masa ini anak akan kehilangan kepercayaan terhadap diri sendiri, dia selalu merasa tidak pasti mengenai apakah dia mampu mengerjakan suatu hal. Kadang-kadang untuk menutupi rasa kurang percaya diri sendiri, anak mengerjakan hal-hal ynag dia ketahuo adalah kurang baik sehingga menjadi anak yang nakal.
2.2.4      Rasa malu yang berlebihan
Anak permepuan pada masa ini sangat malu terutama apabila terpaksa memperlihatkan badannya, dia menjadi marah sekali jika seorang anggota keluarganya masuk ke kamar saat dia sedang ganti pakaian.
2.2.5      Seing melamun/day dreaming
Anak puber senang sekali duduk melamun. Pada umumnya dalma lamunannya dia mula-mula melihat dirinya sebagai orang yang menderita  karena tidak dimengerti dan tidak diperlukan dengan selayaknya.
2.2.6      Emosionalitas
Anak dalam masa pubertas seringkali marah-marah dan merasa sedih dan ingin menangis karena sebab-sebab yang kecil saja. Hal ini adalah keadaan-keadaan emosiaonal yang khas pada anak-anak.
2.2.7      Bersikap tidak tenang
Pada anak masa pubertas, sebab tidak tenang adalah pertumbuhannya yang cepat dan menyebabkan adanya ketegangan yang mengakibatkan ketidaktenangan pada anak
2.2.8      Merasa bosan
Dia akan selalu mersa bosan dengan permainan yang dulu disenanginya. Dia tidak segan-segan menunjukkan rasa bosannya dengan jalan menolak untuk menjalankan keaktifan-keaktifan yang dulu dikerjakannya dengan senang hati.
2.2.9      Antagonisme sosial
Anak puber memupunya kebiasaan untuk menunjukkan sikap menentang kehendak orang lain, dia sennag bertengkar denga teman-temannya, mengolok-olok. Mereka bertengkar mulut mengenai hal-hal yang remeh dan yang selalu mencoba menyakiti hatinya.
2.3       Kepribadian Gadis pada Masa Pubertas
Pada inti yang paling dalam, kepribadian anak gadis pada masa pra-pubertas itu memang masih kekanak-kanakan. Bahkan pada masa pubertas yang sebenarnya masih banyak terdapat unsur-unsur kanak-kanak. Sekalipun anak gadis pra-pubertas itu sering menghayati kelemahan dan ketidakmantapan diri, namun sekaligus dengan rasa “terheran-heran” ia merasa menemukan suatu kekuatan baru pada diri sendiri. Dia menemukan kepercayaan diri, keberanian, dan tanggung jawab yang baru.
Sehubungan dengan peristiwa ini, ia mengalami suatu osilasi (osillatio=ayuna, bergerak dari suatu situasi ke situasi lainya) diantara dua iklim-psikis yang positif dan negatif, diantara ketidakmantapan dan keperayaan diri. Kedua-dua iklim psikis tadi harus dilaluinya, mau atau tidak mau. Maka munullah pada saat itu banyak kegelisahan, kebimbangan, kecemasan, keingungan, kekecewaan, frustasi-frustasi, penolakan, kepedihan-kepedihan hati, kesakitan jasmani dan rokhani dan lain-lain. Dan anak gadis tersebut harus belajar mngatasi semua rintangan dan kedukaan yang tidak kunjung hentinya itu, menuju pada kedewasaannya.
Dengan tegas dapat dinyatakan, bahwa seorang wanita terutama seorang anak muda/gadis yang tengah tumbuh dan berkembang itu tidak akan pernah bisa mencapai perkembangan secara maksimal tanpa melalui rintangan dan kesulitan-kesulitan. Selama perjuangan menuju ke arah kedewasaan dan kematangan pribandinya itu pasti ia pernah menderita, berduka hati, terjatuh, luka-luka, kecewa, dan kalah.
Maka salah satu sukses dalam usaha perjuangan seorang individu yang matang ialah mampu memikul duka-derita. Dan tidak ada seorang pun yang bisa merasakan pahit dan madunya duka-derita, terkecuali mereka yang sudah pernah mengalaminya sendiri. Yang kami maksudkan dengan “madu” disini ialah duka-derita itu pada hakekatnya memberikan manfaat, penagajaran, arti/makna, dan tuah dalam kehidupan anak. Seorang pribadi yang sehat itu bukannya seseorang yang belum pernah/tidak pernah mengalami ketegangan, kesusahan, penderitaan, dan luka-luka, akan tetapi priadi yang mampu mengatasi semua itu.
Ciri hidup yang sehat bukannya ditandai oleh absennya kekecewaan dan kemalangan, akan tetapi justru dicirikan oleh kemampuan untuk menanggulangi dan mengatasi kepedihan, ketegangan, kemalangan, kekalahan, dan duka-derita dengan  rasa tawakal dan ketekunan usaha. Disertai pula keberanian dan kemauan besar untuk mengatasi segala ujian hidup. Dengan begitu ia akan mampu mengambil sari manfaat dari semua pengalamanya untuk upaya mendewasakan diri, guna lebih mematangkan dan menyempurnakan dirinya.
Dengan timbulnya kepercayaan diri, muncul pula kesanggupan untuk menilai kembali segala perilaku, dan untuk melakukan devaluasi terhadap pola tingkah lakulama yang dianggap tidak berguna lagi. Keduan berusaha untuk mengadakan identifikasi baru dengan obyek-substitusi yang baru. Dengan bertanmbahnya kepercayaan diri semakin besar pula tuntutan untuk bertanggunjawab penuh. Ringkasnya, justru di dalam dan dari perasaan-perasaan yang ambivalen, tidak pasti, dan penuh keraguan itu pada akhirnya anak gadis akan tiba pada masa kematangan psikis, dan memperoleh bobot-kemantapan serta kekutannya.
Masa puertas awal atau masa pubertas sebenarnya itu merupakan suatu masa yang segera akan dilanjutkan oleh masa adolesens yang disebut pula masa pubertas lanjut. Masa pubertas awal atu disingkat saja dengan nma masa pubertas itu tidak dapat dipastikan kapan dimulainya, dan bilamana akan berakhit, sama halnya dengan masa pra-pubertas. Ada beberapa sarjana yang menyatakan masa pubertas yang sebenarnya mulai pada usia kurang lebih 14 tahun, namun bagi anak perempuan umumnya terjadinya leih awal daripada laki-laki. Dan akan berakhir pada usia kurang lebih 17 tahun. Sedang fase adolesens diperkirakan mulai pada usia 17 tahun sampai sekitas 19-22 tahun.
2.4       Kematangan Seksual pada Masa Pubertas
Transisi dari masa pra-pubertas via pubertas pada masa adolesensi itu berlangsung secara bertahap, dan dicirikan dengan semakin bertambahnya fungsi-fungsi organis serta fungsi-fungsi psikis pada anak gadis. Proses organis yang paling penting pada masa pubertas ialah kematangan seksual.
Kematangan seksual atau kematangan fisik yang normal itu umumnya berlangsung pada usia 11 sampai 18 tahun. Namun ada kalanya juga kematangan tersebut berlangsung lebih cepat atau lebih lambat dari 11-18 tahun. Sebab dari percepatan maupun keterlambatan tadi belum dapat diterangkan dengan jelas. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa ini disebakan antara lain oleh pengaruh-pengaruh ras, iklim setempat, cara hidup, milieu, yang semuanya ikut mempengaruhi kematangan fisik tersebut.
Kematangan seksual atau kematangan fungsi jasmaniah yang biologis ini berupa kematangan kelanjar kelamin, yaitu testes pada anak lak-laki dan ovarium pada anak-anak gadis, serta membesarnya alat-alat kelaminya (ciri kelamin primer). Sebelumnya, peristiwa ini didahului oleh tanda-tanda kelamin sekunder, yang secara kronologis mendahului ciri-ciri kelamin primer.
Tanda kelamin sekunder diantaranya ialah gangguan pada peredaran darah, berdebar-debar. Mengigil, mudah capek, dan kepekaan yang makin meninggi dari sistem saraf, pertumbuhan rambut pada alat kelamin dan ketiak, tumbuhnya kumis dan jambang pada anak laki-laki, dan perubahan suara. Disamping ini kita melihat pula gejala-gejala khusus pada anak-anak gadis yaitu meluasnya dada dan tumbuhnya payudara, menebalnya lapisan lemak disekitar pinggul, paha dan perut.
Pada saat pertumbuhan ini pubescens/anak muda mengalami satu bentuk kritis berbentuk kehilangan keseimbangan jasmani dan rohani. Terkadang hormon dan fungsi-fungsi motorik (gerak) juga terganggu. Lalu terlihatlah gejala-gejala tingkah laku seperti canggung, kaku-kikuk, tegar, muka tampak kasar, dan buruk.
Pada saat pertumbuhan ini terdapat pula gejala yang disebut helliogene acceleratie, yaitu percepatan tumbuh disebabkan oleh pengaruh cahaya matahari, karena anak-anak muda banyak yang berada di udara terbuka. Misalnya dengan melakukan kegiatan-kegaitan sport, berenang, berjalan-jalan, darmawisata, bersepeda dan lain-lain. Tambahan lagi, makanan yang banyak mengandung vitamin dan gizi bisa mempercepat pertumbuhan badan. Menurut beberapa medisi, percepatan pertumbuhan jasmaniah itu menyebabkan agak melemahnya fungsi-fungsi psikis atau rohaniah. Peristiwa ini disebut sebagai astheni fungsional.
Kematangan seksual sekalipun bersifat biologis, namun sangat berpengaruh terhadap sikap, yaitu faktor psikis anak terhadap diri sendiri dan konstitusi tubunya. Jika pada periode terdahulu, yaitu pada masa pra-pubertas anak gadis acuh tak acuh dan mengabaikan tubuhnya, maka kini pada masa puber, anak mulai menaruh minat besar terhadap keadaan dirinya. Ia mulai mencoba memakai bermacam-macam gincu, creme, rouge, wangi-wangian, sepatu dan baju yang indah-indah. Hal ini dilakukan tidak semata-mata untuk meniru tingkah laku wanita dewasa saja, akan tetapi juga untuk membelai-belai secara riil harga diri dan eksistensi dirinya selaku wanita. Hal itu juga dilakukan untuk memupuk keluwesan, serta memuaskan satu kebutuhan baru agar tampak cantik-menarik. Pakaian, sepatu, mode dan perhiasan sekarang menjadi topik minatnya yang aktual.
Selama periode latensi ± 5-10 tahun, minat gadis kecil terahadap alat kelaminya agak tersudut ke belakang. Juga pada masa pra-pubertas anak kurang menghayati segi-segi seksualnya. Akan tetapi pada masa pubertas gadis mulai meminati secara bersungguh-sungguh faktor-faktor hormonal dan biologis yang semakin menjadi matang. Khususnya ada perhatian cukup besar terhadap organ kelamin dan menstruasi (haid). Perasaan-perasaan heteroskesual¸ yaitu perasaan tertarik pada jenis kelamin yang lain, juga mulai tumbuh dengan timbulnya minat pada seks pria.
Relasi seksual pada masa pra-pubertas itu sifatnya “homoseksual”, karena obyek cinta kasih anak gadis tertuju pada jenis kelamin yang sama. Pilihan obyek cintanya itu bisektris (bissetrice itu berasal dari bi=dua, sectum=mengiris, yaitu garis yang membagi sudut sama besar). Relasi seksual yang bersifat “homoseksual” disebabkan oleh :
2.4.1     Ada kaitan kasih sayang yang murni pada ibunya, sekalipun hubungan ini sering dibungai dengan konflik-konflik terbuka ataupun yang terpendam dengan ibunya. Sebagai akibat dari timbulnya konflik dengan ibunya, muncul kemudian keinginan pada anak gadis untuk melepaskan diri dari kewibawaan serta pengaruh ibunya. Dan timbul keenderungan untuk mengadakan identifikasi-substitusi dengan seorang wanita ideal lainnya. Sebagi pengganti ibunya.
2.4.2     Bentuk relasi kasih sayang yang lain ialah ikatan kasih sayang pada seorang kawan gadis, yang pada umumnya bersifat kurang konfliktius jika dibanding dengan bentuk relasi dengan ibunya. Relasi persahabatan dengan seorang kawan gadis itu sangat besar artinya bagi pembentukan kepribadian anak, karena dapat memperkaya kehidupan afektif (perasaan, dan untuk menumbuhkan kepercayaan diri).
Sehubungan dengan uraian tadi, jika pada saat pra-pubertas itu sampai tidak terjalin satu ikatan persahabatan, maka hal ini pada umumnya akan mengakibatkan lacune atau ketidaklengkapan (lubang, leemte) yang sifatnya cukup serius. Lacune ini bisa berupa trauma (luka) yang khusus muncul pada usia pra-pubertas, biasanya berupa kehilangan seorang kawan gadis disebabkan oleh perpisahan, oleh kematian, atau ketidaksetiaan. Karena kehilangan teman gadisnya, dan tidak memperoleh kompensasi/pengganti pada ibunya sendiri, umpamanya karena ibunya sudah meninggal atau tidak mampu membantu anaknya, hal ini bisa menumbuhkan kesulitan-kesulitan neurotis, regresi infartil (regressus=kemunduran, infartil=kekanak-kanakan), dan bentuk-bentuk kecemasan irriil yang serius.
Selanjutnya, dibalik segi-segi positif dari bentuk persahabatan yang homoseks (homo=sama, sejenis) ini ada kalanya timbul bahaya lain berupa fiksasi (fixus=tetap melekat, perekatan) dari kecenderungan homoseksual sampai pada usia adolesensi dari kedewasaan yang sempurna.
Orang menakankan untuk homoseksualitas pada usia pubertas dan pra-pubertas ini sebagai homoseksualitas perkembangan, untuk membedakan dari homoseksaulitas yang sebenarnya. Yang disebut dengan homoseksualitas yang sebenarnya adalah relasi seksual diantara dua orang dari jenis kelamin yang sama.
2.5       Homoseksualitas – Perkembangan
Homoseksualitas-perkembangan antara dua gadis dengan segala derajat keintiman dan dalam bentuk yang beraneka ragam itu terdapat pada semua kelompok manusia di dunia, dan terdapat di semua negara. Relasi semacam ini merupakan gejala yang cukup penting pada usia pra-pubertas dan pubertas.
Homoseksualitas-perkembangan ini harus dibedakan dari homoseksualitas sebenarnya, karena hanya bentuk lahiriah-nya saja yang hampir menyerupai. Sedang bentuk psikisnya sangat berbeda sekali. Jika pada homoseksualitas sebenarnya/biasa relasi seksualnya dibarengi dengan nafsu-nafsu erotik yang kuat dan kurang wajar, maka relasi pada homoseksualitas pra-pubertas dan pubertas ini bentuknya netral.
Semua relasi pada homoseksualitas-perkembangan pada masa pra-pubertas dan pubertas sifatnya murni psikis, netral dan “polos”. Biasanya dalam bentuk persahabatan yang sangat intensif, amat intim, sangat akrab, penuh lamunan, penuh rasa kasih sayang. Jadi inti dari relasinya bukan seksualitas. Yang penting dalam relasi homoseksualitas-perkembangan ini adalah unsur mengagumi partnernya, hormat dan takjub terhadap kawan, ada keinginan untuk dimengerti oleh temannya, terutama keinginan dari pihak yang lebih lemah dan lebih muda,  dan keinginan untuk memberikan perlindungan dengan penuh rasa kasih-sayang oleh partner yang kuat atau yang lebih tua. Ekspresi yang sering ditampakkan antara lain adalah saling mencium, merangkul, berdekapan, jalan bergandengan, duduk bersanding, dan saling membelai, saling menghibur dan lain-lain.
Oleh karena tidak ada diferensiasi dari kehidupan psikisnya, dari unsur seksualitas juga belum mencapai taraf kematangan pasa fase ini, maka tampaknya relasi homoseksualitas-perkembangan itu aneh dan membingungkan.
Untuk anak gadis pada umunya, bentuk homoseksualitas-perkembangan biasanya merupakan suatu stadium belaka dari perkembangan seksual yang sebenarnya. Selanjutnya, cepat atau lambat anak gadis akan menemukan partner cinta yang sebenarnya dalam hubungan heteroseksual (dengan partner jenis kelamin lainnya).
Unsur-unsur yang sangat mencolok pada homoseksualitas-perkembangan ini ialah sikap yang ragu-ragu, yang oleh Alfred Adler disebut sebagai “Zogernde Attitude”, dibarengi oleh kurangnya keperayaan diri dan kecemasan.
Sehubungan dengan ciri tersebut, munculah dorongan untuk mendapatkan perlindungan dan security. Sikap yang bimbang ragu itu sebagai akibat dari kurangnya keberanian dan inisiatif, kurangnya agresivitas yang kejantan-kejantanan, dan sedikitnya pengalaman anak gadis.
Pada umumnya, homoseksualitas-perkembangan tidak berlangsung terlalu lama. Namun apabila homoseksualitas-perkembangan tersebut berproses terlalu lama, dan menjadi pola yang fixed menetap, maka peristiwa ini sudah menjurus pada keabnormalan. Pada peristiwa yang sedemikian, juga pada peristiwa yang lebih serius lagi, perlu orang meminta nasehat medis dan bimbingan kejiwaan seorang psikiater atau psikolog.
Selanjutnya pada masa pubertas itu juga timbul minat dan emosi heteroseksual, di samping perasaan “homoseksual” terhadap ibu dan seorang kawan gadis. Pada usia ini ialah timbulnya kecenderungan heteroseksual yang khas sekali, yaiu terjalinnya relasi segitiga atau triangulaire. Yakni ada hubungan antara diri sendiri, obyek cinta kasih dengan wanita (dengan ibu dan teman gadis), dan obyek cinta dengan seorang pemuda. Oleh karena itu relasi tersebut lebih bersifat biseksual atau kelamin ganda.
Sehubungan dengan biseksualitas ini anak gadis banyak mengalami kegoncangan dan keraguan, sebab ia senantiasa diayun-buaikan antara perasaan homoseksual-perkembangan dan heteroseksual, yang biasanya berakhir dengan “kemenangan” perasaan heteroseksual.
Keraguan biseksual pada masa pubertas ini merupakan refrain-pengulangan dari relasi anak gadis dengan orang tuanya, yaitu gadis-ibu-ayah, yang kini berubah jadi hubungan triangulaire gadis – teman perempuan – teman pria.
Adapun bahaya dari relasi antara anak gadis dengan orang tuanya yang terlau fixed (melekat) adalah untuk melepaskan diri dari ikatan dengan orang tuanya, ada kalanya anak gadis menggunakan cara melarikan diri, pergi dari rumah. Jika pelarian tadi tidak dibarengi dengan konflik serius, usaha melarikan diri ini akan berakhir dengan sebuah tragedi atau kefatalan. Jika anak terjatuh ke tangan kotor dan gerombolan immoril serta kriminil, dan tidak bisa pulang kembali.
Pada umumnya usaha lari dari rumah itu disebabkan oleh kerisauan seksual pada diri anak, tanpa disertai perasaan heteroseksual yang sejati. Hal ini sangat sering terjadi pada masa pubertas awal. Usaha melarikan diri itu juga didorong kuat oleh :
2.5.1   Kurangnya kemampuan untuk mengontrol diri, kemampuan mengendalikan diri masih lemah
2.5.2   Ketidakstabilan psikis
2.5.3   Konflik intern yang intens dan kuat
2.5.4   Ada kebimbangan karena belum menemukan norma yang mantap
Peristiwa melarikan diri ini pada suatu masa atau periode waktu tertentu dan di kota besar biasanya berlangsung secara masal sehingga menjadi masalah sosial yang pelik bagi orang tua yang bersangkutan dan masyarakat pada umumnya.
2.6       Realisasi dari Fantasi Seksual
Unsur-unsur fantasi seks gadis yang mula-mula masih dalam bentuk angan-angan, pada masa pubertas tersebut ada kalanya di realisasikan atau dicobakan di jalanan bahkan di luar rumah; biasanya bersama-sama dengan seorang kerabat atau bersama sahabt-sahabatnya. Pada mulanya gadis puber belum memiliki keinginan seksual artinya dia tidak mengenal bahaya dan merindukan dan tidak merindukan kepuasan seksuaal akan tetapi gaya dan permainan diluar rumah sifatnya sering merangsang dalaam pengertian bisa memberikan perangsang seksual kuat kepadaa kaum pria. Sedang reaksi diluar terhadap gadis cilik yang bergincu, genit, dan berbedak wangi itu sifatnya bisa serius. Ditambah dengan tingkah laku si gadis yang provokatif hal ini bisa menimbulkan dampak menggiurkan dan memancing nafsu birahi laki-laki. Sehingga peristiwa tersebut tidak jarang menyebabkan laki-laki lupa daratan, dan melakukan hal-hal yang tidak diharapkan misalnya, merayu, perkosaan, seks bebas, dll. Lambat laun sebagai akibat dari rangsangan dan atensi dari kaum pria, baik dari yang dewasa maupun yang belum kepekaan seksual akan tumbuh pada gadis cilik itu.
Pada mulanya segala tingkah laku anak gadis tadi berlangsung sebagai satu periode (permainan pendahuluan) yang netral dan “tak berdosa” sifatnya. Akan tetapi tanpa disadari benar oleh si gadis permainan seksualnya semakin panas, musykil, dan berbahaya. Akhirnya si gadis kecil tidak mampu mengekang dirinya lagi. Dan sebelum gadis tersebut sadar ia sudah melakukan kesalahan yang tidak dapat ditebus kembali yaitu menyerahkan mahkota kehormatan atau mahkota kegadisannya. Sebab pengalaman seksual yang pertama kali dan agaknya terjadi secara kebetulan atau tidak sengaja itu selanjutnya menyebabkan berbagai perbuatan seksual laainnya. Karena si gadis beranggapan bahwa dirinya sudah terlanjur basah dan terlanjur tenggelam sehingga permainan harus dilanjutkan sampai habis-habisan.
Akhirnya perbuatan-perbuatan tersebut berkembang menjadi tingkah laku tunasusila dan amoral lainnya. Daan akibat lebih lanjut dari peristiwa ini adalah berkembangnya prostitusi oleh gadis-gadis remaja, meluasnya penyakit veneris (sipilis), kelahiran anak-anak haram, penggunaan ganja, penggunaan morphin, dan heroin. Serta munculnya gerombolan anak-anak gadis tanggung yang meluncurkan diri tanpa bayaran, dan melakukan promiscuity serta seks liar, pelacur-pelacur remaja, dan lain-lain.
2.7       Minat Anak Puber
Masa penemuan diri itu didahului oleh rasa-rasa yang polymorf (banyak bentuk) berupa rasa-rasa cemas, gelisah, kecenderungan menentang orang tua dan kakak, konflik batin, berduka, dll. Semua kejadian ini menyebabkan proses sebagai berikut :
2.7.1       Kegiatan normal kini mengalami hambatan.
2.7.2       Gadis muda remaja mulai berfikir secara serius tentang keadaan diri sendiri.
2.7.3       Ia merasa muda dan kuat.
2.7.4       Memiliki kemungkinan atau prospek di hari depan dan mampu berjuang.
2.7.5       Menimbulkan dorongan yang kuat untuk melepaskan diri dari kewibawaan ibu dan orang tua.
Disamping itu dengan sadar anak mulai mencari nilai hidup dan norma yang luhur, mencari hubungan dengan alam serta hakekat hidup atau Tuhan Yang Maha Esa. Pada fase ini si gadis mulai memilih suatu pola hidup tertentu dikaitkan dengan dunia luar yang obyektif.
Pada umumnya, gadis pubertas terikat erat pada obyek konkrit. Ia juga banyak tertarik pada pribadi ideal yang luhur dan besar, yang bisa dijadikan simbol kebesaran atau dianggap sebagai penuntun dan panutan baginya. Anak pubertas memiliki antusias yang penuh untuk menghormati gurunya, ia juga mengagumi seorang teman atau seseorang “bintang”. Bahkan ia memuja individu tersebut secara berlebihan.
2.8       Proses Identifikasi
Proses identifikasi ini bervariasi bentuknya. Identifikasi tersebut bisa bermanfaat karena bisa memperkuat pertumbuhan jati dirinya sendiri. Akan tetapi jika identifikasi ini terlampau total maka hal ini akan mengakibatkan pengingkaran terhadap kepribadiannya. Sedang tanpa identifikasi sama sekali bisa timbul kecemasan dan gejala-gejala neurotis lainnya. Oleh karena itu, proses identifikasi memiliki peranan yang sangat besar bagi anak gadis terhadap orang tuanya; dan berpengaruh pula terhadap lingkungan sosialnya.
Sama halnya dengan identifikasi pada masa pra-pubertas, identifikasi dan relasi triangulaire pada masa pubertas dapat berlangsung lama. Ada kalanya relasi tersebut meletus jika konflik heteroseksualitas melawan homoseksual menjadi serius. Konflik yang biasa terjadi berupa :
2.8.1   Ada perasaan yang ambivalen (dwi nilai) antara kebencian dan cinta.
2.8.2   Konflik antara impuls aktif jantan atau maskulin melawan impuls pasif kewanitaan atau feminin.
2.8.3   Keraguan psikis dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku yang berubah, yang agresif, aktif melawan kecenderungan pasif, merendah penuh kelembutan.
2.8.4   Perasaan diri kuat dan rasa dewasa berkonflik melawan kecemasan, kepedihan, kekalahan.
2.8.5   Munculnya rasa depresi, dan lain-lain.
Jelaslah kini bahwa fase biseksual yang menonjolkan komponen homoseksualitas perkembangan dan heteroseksualitas itu sering menimbulkan kekacauan, frustasi dan keraguan psikis bagi anak gadis.
Sehubungan dengan ini masa pubertas awal dapat disebut pula dengan “edisi kedua dari masa kanak-kanak” yang menonjolkan keraguan dalam memilih obyek cintanya. Umpamanya tidak dapat menentukan kasihnya, mana yang lebih besar terhadap ayah atau terhadap ibunya; tidak mampu memilih pribadi yang dicintainya antara ayah, ibu, dan juga ragu-ragu memilih obyek cinta diantara sekian banyak calon pacar dan lain lain.
2.9       Perubahan Sikap dan Perilaku pada Masa Puber
2.9.1   Ingin Menyendiri
Biasanya dalam masa puber anak – anak biasanya menarik diri dari teman – teman dan dari berbagai kegiata keluarga, dan sering bertengkar dengan teman – teman maupun dengan anggota keluarga nya. Anak dalam masa puber lebih suka melamun, menuntut untuk selalu dimengerti dan diperlakukan dengan baik. Anak juga melakukan eksperimen seks melalui masturbasi. Gejala menarik diri ini mencakup ketidakinginan berkomunikasi dengan orang – orang lain. Contohnya, anak pada masa ini sudah mulai pacaran. Setelah beberapa bulan pacaran ternyata putus. Disaat itulah anak menarik diri dari lingkungan, misalnya sering menangis di dalam kamar. Masa puber itu juga sangat berbahaya, biarpun anak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar, tapi terkadang anak bisa lupa akan hal itu. Peran orang tua sangat dibutuhkan pada masa ini. Akan tetapi, semua itu ditinjau dari pola asuh orang tua masing – masing anak.
2.9.2   Bosan
Anak dalam masa puber mulai bosan dengan permainan yang sebelumnya sangar dimengerti, tugas – tugas sekolah, kegiatan – kegiatan sosial, dan kehidupan pada umumnya. Akibatnya anak sedikit sekali bekerja sehingga prestasinya di berbagai bidang menjadi menurun. Anak menjadi terbiasa untuk tidak mau berpestasi khususnya karena sering timbul perasaan akan keadaaan fisik yang tidak normal. Contohnya, setiap hari harus pergi ke sekolah, harus pergi belajar, harus mengerjakan tugas – tugas dll.
2.9.3   Inkoordinasi
Pertumbuhan pesat dan tidak seimbang mempengaruhi koordinasi gerakan, anak akan merasa kikuk dan janggal selama beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, koordinasi akan membaik secara bertahap.
2.9.4   Antagonisme Sosial
Anak dalam masa pubertasa sering kali tidak mau bekerja sama, sering membantah dan menentang. Permusuhan terbuka angtara dua seks yang berlainan diungkapkan dalam kritik, dan komentar – komentar yang merendahkan. Dengan berlanjutnya masa puber, anak kemudian menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerja sama dan lebih sabar kepada orang lain. Maka dari itu, anak dalam masa pubertas harus ditanamkan 4 hal pembelajaran tentang IQ, EQ, RQ, dan SQ.
2.9.5   Emosi yang Meninggi
Emosi seperti merajuk, ledakan amarah, dan kecenderungan untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil merupakan ciri – ciri bagian awal masa pubertas. Pada masa ini anak menjadi merasa khawatir, gelisah, dan cepat marah. Dengan semakin matangnya keadaan fisik anak, ketegangan lambat laun berkurang, dan anak sudah mulai mampu mengendalikan emosinya. Contohnya anak pulang dari sekolah membanting pintu rumah karena masalah yang ada di sekolah.
2.9.6   Hilangnya Kepercayaan Diri
Anak remaja yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri, sekarang menjadi kurang percaya diri dan takut akan kegagalan karena daya tahan fisik menurun dan karna kririk yang bertubi – tubi datang dari orang tua dan dari teman – temannya. Banyak sekali anak baik perempuan maupun laki – laki merasa rendah diri dalam masa ini. Contohnya, biasanya anak remaja itu mempunyai banyak keinginan, ingin pandai di bidang musik, ingin menjadi seorang penyanyi, ingin menjadi model, dll. Karena keinginannya itu, kebanyakan orang tu tidak setuju. Sehingga terjadilah kritik dari orang tua dan teman – temannya.
2.9.7   Terlalu Sederhana
Perubahan tubuh yang terjadi selama masa pubertas menyebabkan anak menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena takut orang – orang lain akan memperhatikan perubahan yang dialaminya dan memberi komentar yang buruk. Contohnya, pada anak remaja ingin berpenampilan menarik dan seksi terutama pada anak perempuan agar menjadi pusat perhatian. Akan tetapi, karena penampilannya yang seperti itu, misalnya dari segi pakaian yang terbuka anak remaja sering mendapatkan komentar – komentar yang buruk dari lingkungan sosialnya. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut, anak remaja biasanya lebih sederhana dalam segala hal terutama berpakaian agar tidak diberi cap yang buruk di lingkungan sosialnya.



DAFTAR PUSTAKA
             Sujianti. Chandra, Ayu. 2012. Buku Ajar Psikologi Kebidanan. Jakarta : Trans info media

0 Comments