![]() |
Photo : Komposiana.com |
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masa remaja
merupakan periode kehidupan terjadinya perubahan biologis, psikologis dan sosial.
Batas usia remaja menurut WHO (2009), adalah 12-24 tahun. Di Indonesia jumlah
remaja berusia 10 hingga 24 tahun mencapai sekitar 64 juta atau 27,6 persen
dari total penduduk Indonesia. Menurut badan pusat statistik (BPS) Jawa Tengah
tahun 2014, kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 8.145.616 jiwa yang
terdiri dari 51,8% remaja laki-laki dan 48,2% remaja perempuan. Pada masa
remaja, manusia mengalami kematangan dari segi fisik psikologis maupun
sosialnya.
Perubahan
yang paling mencolok adalah fisik Penyesuaian dan adaptasi dibutuhkan untuk
menghadapi perubahan ini agar memperoleh identitas diri. Masa remaja ini
ditandai dengan pubertas. Pubertas merujuk pada saat dimanaterdapat kemampuan
reproduksi, matangnya organ reproduksi ditandai dengan haid pada anak
perempuan. Pubertas berawal dari perubahan hormonal yaitu hormon estrogen pada
wanita, dan hormon testosteron pada pria. Hormon esterogen pada perempuan
berperan dalam timbulnya karakteristik seks sekunder seperti pertumbuhan
payudara (Potter dan Perry, 2009) dan karakteristik seks primer seperti
perubahan biologis yang melibatkan organ-organ yang diperlukan 2 untuk melakukan
reproduksi seperti indung telur, tuba falopi, rahim dan vagina. Usia pubertas
pada anak perempuan berkisar antara 9-13,5 tahun. Perubahan fisik pada masa
pubertas terjadi seiring dengan perkembangan karakteristik seks primer dan
sekunder. Masalah-masalah yang timbul pada saat menghadapi usia pubertas ini
adalah hasil dari perubahan fisik dan
hormonal yang menimbulkan kecemasan, penolakan dan rasa malu dimana sifat
persepsi tersebut membentuk perilaku seseorang, apabila perilaku tersebut tidak
didasari pengetahuan dan kesadaran, maka akan menimbulkan perilaku yang tidak
baik.
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1
Apakah pengertian anak
pubertas?
1.2.2
Bagaimana minat anak
pubertas?
1.2.3
Apakah pengertian
kematangan seksual?
1.2.4
Bagaimana
homoseksualitas pekerkembangan pada anak pubertas?
1.2.5
Apakah pengertian
realisasi dari fantasi seksual?
1.2.6
Bagaimana proses
identifikasi pada anak pubertas?
1.3
Tujuan
Penulisan
1.3.1
Untuk mengetahui
pengertian anak pubertas
1.3.2
Untuk mengetahui minat
anak pubertas
1.3.3
Untuk mengetahui
pengertian kematangan seksual
1.3.4
Untuk mengetahui
homoseksualitas perkembangan pada anak pubertas
1.3.5
Untuk mengetahui
pengertian realisasi dan fantasi seksual
1.3.6
Untuk mengetahui proses
identifikasi pada anak pubertas
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Pubertas
Pubertas
atau puber berasal dari kata pubes. Ada yang mengartikannya sebagai tumbuhnya
pubic hair atau rambut kemaluan, karena memang pada saat rambut di bagian tubuh
tertentu di tubuh seperti pada kemaluan dan ketiak. Tapi ada yang memberikan
arti lebih luas untuk puber, yaitu sebagai masa akil baligh.
2.2
Perubahan
Psikis Anak Remaja Masa Pubertas
Pada masa pubertas anak
remaja akan memperlihatkan gejala sebagai berikut :
2.2.1 Keinginan
untuk menyendiri
Hal ini terjadi pada
umur lebih kurang 12 atau 13 tahun, anak tidak ada perhatian lagi pada teman-temannya,
dia mengasingkan diri dari kelompomnya dan lebih senang duduk sendiri dikamar
dengan pintu tertutup.
2.2.2 Keseganan
untuk bekerja
Anak pada masa
kanak-kanak selalu sibuk dan nampaknya tidak pernah merasa capek bekerja atau
bermain-main, tapi sekarang nampak selalu capek. Sebenarnya untuk bekerja hari
ini bukanlah disebabkan karena kemalasan atau karena adanya perubahan dalam
tingkatana inteleknya tapi akibat dari perkembangan jasmaniah yang berjalan
dengan cepat. Biasanya anak sering tidak menjalankan kewajibannya, dan dia
dikatakan malas. Hal ini menimbulkan rasa tidak senang dan rasa segan untuk
menjalankan kewajibannya.
2.2.3 Kurang
percaya diri pada diri sendiri
Pada masa ini anak akan
kehilangan kepercayaan terhadap diri sendiri, dia selalu merasa tidak pasti
mengenai apakah dia mampu mengerjakan suatu hal. Kadang-kadang untuk menutupi
rasa kurang percaya diri sendiri, anak mengerjakan hal-hal ynag dia ketahuo
adalah kurang baik sehingga menjadi anak yang nakal.
2.2.4 Rasa
malu yang berlebihan
Anak permepuan pada
masa ini sangat malu terutama apabila terpaksa memperlihatkan badannya, dia
menjadi marah sekali jika seorang anggota keluarganya masuk ke kamar saat dia
sedang ganti pakaian.
2.2.5 Seing
melamun/day dreaming
Anak puber senang
sekali duduk melamun. Pada umumnya dalma lamunannya dia mula-mula melihat
dirinya sebagai orang yang menderita
karena tidak dimengerti dan tidak diperlukan dengan selayaknya.
2.2.6 Emosionalitas
Anak dalam masa
pubertas seringkali marah-marah dan merasa sedih dan ingin menangis karena sebab-sebab
yang kecil saja. Hal ini adalah keadaan-keadaan emosiaonal yang khas pada
anak-anak.
2.2.7 Bersikap
tidak tenang
Pada anak masa
pubertas, sebab tidak tenang adalah pertumbuhannya yang cepat dan menyebabkan
adanya ketegangan yang mengakibatkan ketidaktenangan pada anak
2.2.8 Merasa
bosan
Dia akan selalu mersa
bosan dengan permainan yang dulu disenanginya. Dia tidak segan-segan
menunjukkan rasa bosannya dengan jalan menolak untuk menjalankan
keaktifan-keaktifan yang dulu dikerjakannya dengan senang hati.
2.2.9 Antagonisme
sosial
Anak puber memupunya
kebiasaan untuk menunjukkan sikap menentang kehendak orang lain, dia sennag
bertengkar denga teman-temannya, mengolok-olok. Mereka bertengkar mulut
mengenai hal-hal yang remeh dan yang selalu mencoba menyakiti hatinya.
2.3
Kepribadian
Gadis pada Masa Pubertas
Pada inti yang paling dalam,
kepribadian anak gadis pada masa pra-pubertas itu memang masih kekanak-kanakan.
Bahkan pada masa pubertas yang sebenarnya masih banyak terdapat unsur-unsur
kanak-kanak. Sekalipun anak gadis pra-pubertas itu sering menghayati kelemahan
dan ketidakmantapan diri, namun sekaligus dengan rasa “terheran-heran” ia
merasa menemukan suatu kekuatan baru pada diri sendiri. Dia menemukan kepercayaan diri, keberanian, dan tanggung
jawab yang baru.
Sehubungan dengan peristiwa ini, ia
mengalami suatu osilasi (osillatio=ayuna, bergerak dari suatu situasi ke
situasi lainya) diantara dua iklim-psikis yang positif dan negatif, diantara
ketidakmantapan dan keperayaan diri. Kedua-dua iklim psikis tadi harus
dilaluinya, mau atau tidak mau. Maka munullah pada saat itu banyak kegelisahan,
kebimbangan, kecemasan, keingungan, kekecewaan, frustasi-frustasi, penolakan,
kepedihan-kepedihan hati, kesakitan jasmani dan rokhani dan lain-lain. Dan anak
gadis tersebut harus belajar mngatasi semua rintangan dan kedukaan yang tidak
kunjung hentinya itu, menuju pada kedewasaannya.
Dengan tegas dapat dinyatakan,
bahwa seorang wanita terutama seorang anak muda/gadis yang tengah tumbuh dan
berkembang itu tidak akan pernah bisa mencapai perkembangan secara maksimal
tanpa melalui rintangan dan kesulitan-kesulitan. Selama perjuangan menuju ke
arah kedewasaan dan kematangan pribandinya itu pasti ia pernah menderita,
berduka hati, terjatuh, luka-luka, kecewa, dan kalah.
Maka salah satu sukses dalam usaha
perjuangan seorang individu yang matang ialah mampu memikul duka-derita. Dan
tidak ada seorang pun yang bisa merasakan pahit dan madunya duka-derita,
terkecuali mereka yang sudah pernah mengalaminya sendiri. Yang kami maksudkan
dengan “madu” disini ialah duka-derita itu pada hakekatnya memberikan manfaat,
penagajaran, arti/makna, dan tuah dalam kehidupan anak. Seorang pribadi yang
sehat itu bukannya seseorang yang belum pernah/tidak pernah mengalami
ketegangan, kesusahan, penderitaan, dan luka-luka, akan tetapi priadi yang
mampu mengatasi semua itu.
Ciri hidup yang sehat bukannya
ditandai oleh absennya kekecewaan dan kemalangan, akan tetapi justru dicirikan
oleh kemampuan untuk menanggulangi dan mengatasi kepedihan, ketegangan, kemalangan,
kekalahan, dan duka-derita dengan rasa
tawakal dan ketekunan usaha. Disertai pula keberanian dan kemauan besar untuk
mengatasi segala ujian hidup. Dengan begitu ia akan mampu mengambil sari
manfaat dari semua pengalamanya untuk upaya mendewasakan diri, guna lebih
mematangkan dan menyempurnakan dirinya.
Dengan timbulnya kepercayaan diri,
muncul pula kesanggupan untuk menilai kembali segala perilaku, dan untuk
melakukan devaluasi terhadap pola tingkah lakulama yang dianggap tidak berguna
lagi. Keduan berusaha untuk mengadakan identifikasi baru dengan
obyek-substitusi yang baru. Dengan bertanmbahnya kepercayaan diri semakin besar
pula tuntutan untuk bertanggunjawab penuh. Ringkasnya, justru di dalam dan dari
perasaan-perasaan yang ambivalen, tidak pasti, dan penuh keraguan itu pada
akhirnya anak gadis akan tiba pada masa kematangan psikis, dan memperoleh
bobot-kemantapan serta kekutannya.
Masa puertas awal atau masa
pubertas sebenarnya itu merupakan suatu masa yang segera akan dilanjutkan oleh
masa adolesens yang disebut pula masa pubertas lanjut. Masa pubertas awal atu
disingkat saja dengan nma masa pubertas itu tidak dapat dipastikan kapan
dimulainya, dan bilamana akan berakhit, sama halnya dengan masa pra-pubertas.
Ada beberapa sarjana yang menyatakan masa pubertas yang sebenarnya mulai pada
usia kurang lebih 14 tahun, namun bagi anak perempuan umumnya terjadinya leih
awal daripada laki-laki. Dan akan berakhir pada usia kurang lebih 17 tahun.
Sedang fase adolesens diperkirakan mulai pada usia 17 tahun sampai sekitas
19-22 tahun.
2.4
Kematangan
Seksual pada Masa Pubertas
Transisi dari masa pra-pubertas via
pubertas pada masa adolesensi itu berlangsung secara bertahap, dan dicirikan
dengan semakin bertambahnya fungsi-fungsi organis serta fungsi-fungsi psikis pada
anak gadis. Proses organis yang paling penting pada masa pubertas ialah
kematangan seksual.
Kematangan seksual atau kematangan
fisik yang normal itu umumnya berlangsung pada usia 11 sampai 18 tahun. Namun
ada kalanya juga kematangan tersebut berlangsung lebih cepat atau lebih lambat
dari 11-18 tahun. Sebab dari percepatan maupun keterlambatan tadi belum dapat
diterangkan dengan jelas. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa
ini disebakan antara lain oleh pengaruh-pengaruh ras, iklim setempat, cara
hidup, milieu, yang semuanya ikut mempengaruhi kematangan fisik tersebut.
Kematangan seksual atau kematangan
fungsi jasmaniah yang biologis ini berupa kematangan kelanjar kelamin, yaitu
testes pada anak lak-laki dan ovarium pada anak-anak gadis, serta membesarnya
alat-alat kelaminya (ciri kelamin primer). Sebelumnya, peristiwa ini didahului
oleh tanda-tanda kelamin sekunder, yang secara kronologis mendahului ciri-ciri
kelamin primer.
Tanda kelamin sekunder diantaranya
ialah gangguan pada peredaran darah, berdebar-debar. Mengigil, mudah capek, dan
kepekaan yang makin meninggi dari sistem saraf, pertumbuhan rambut pada alat
kelamin dan ketiak, tumbuhnya kumis dan jambang pada anak laki-laki, dan
perubahan suara. Disamping ini kita melihat pula gejala-gejala khusus pada
anak-anak gadis yaitu meluasnya dada dan tumbuhnya payudara, menebalnya lapisan
lemak disekitar pinggul, paha dan perut.
Pada saat pertumbuhan ini
pubescens/anak muda mengalami satu bentuk kritis berbentuk kehilangan
keseimbangan jasmani dan rohani. Terkadang hormon dan fungsi-fungsi motorik
(gerak) juga terganggu. Lalu terlihatlah gejala-gejala tingkah laku seperti
canggung, kaku-kikuk, tegar, muka tampak kasar, dan buruk.
Pada saat pertumbuhan ini terdapat
pula gejala yang disebut helliogene
acceleratie, yaitu percepatan tumbuh disebabkan oleh pengaruh cahaya
matahari, karena anak-anak muda banyak yang berada di udara terbuka. Misalnya
dengan melakukan kegiatan-kegaitan sport, berenang, berjalan-jalan,
darmawisata, bersepeda dan lain-lain. Tambahan lagi, makanan yang banyak
mengandung vitamin dan gizi bisa mempercepat pertumbuhan badan. Menurut
beberapa medisi, percepatan pertumbuhan jasmaniah itu menyebabkan agak melemahnya
fungsi-fungsi psikis atau rohaniah. Peristiwa ini disebut sebagai astheni fungsional.
Kematangan seksual sekalipun
bersifat biologis, namun sangat berpengaruh terhadap sikap, yaitu faktor psikis
anak terhadap diri sendiri dan konstitusi tubunya. Jika pada periode terdahulu,
yaitu pada masa pra-pubertas anak gadis acuh tak acuh dan mengabaikan tubuhnya,
maka kini pada masa puber, anak mulai menaruh minat besar terhadap keadaan
dirinya. Ia mulai mencoba memakai bermacam-macam gincu, creme, rouge,
wangi-wangian, sepatu dan baju yang indah-indah. Hal ini dilakukan tidak
semata-mata untuk meniru tingkah laku wanita dewasa saja, akan tetapi juga
untuk membelai-belai secara riil harga diri dan eksistensi dirinya selaku
wanita. Hal itu juga dilakukan untuk memupuk keluwesan, serta memuaskan satu
kebutuhan baru agar tampak cantik-menarik. Pakaian, sepatu, mode dan perhiasan
sekarang menjadi topik minatnya yang aktual.
Selama periode latensi ± 5-10
tahun, minat gadis kecil terahadap alat kelaminya agak tersudut ke belakang.
Juga pada masa pra-pubertas anak kurang menghayati segi-segi seksualnya. Akan
tetapi pada masa pubertas gadis mulai meminati secara bersungguh-sungguh
faktor-faktor hormonal dan biologis yang semakin menjadi matang. Khususnya ada
perhatian cukup besar terhadap organ kelamin dan menstruasi (haid). Perasaan-perasaan
heteroskesual¸ yaitu perasaan
tertarik pada jenis kelamin yang lain, juga mulai tumbuh dengan timbulnya minat
pada seks pria.
Relasi seksual pada masa
pra-pubertas itu sifatnya “homoseksual”, karena
obyek cinta kasih anak gadis tertuju pada jenis kelamin yang sama. Pilihan
obyek cintanya itu bisektris (bissetrice
itu berasal dari bi=dua, sectum=mengiris, yaitu garis yang membagi sudut sama
besar). Relasi seksual yang bersifat “homoseksual”
disebabkan oleh :
2.4.1 Ada
kaitan kasih sayang yang murni pada ibunya, sekalipun hubungan ini sering
dibungai dengan konflik-konflik terbuka ataupun yang terpendam dengan ibunya.
Sebagai akibat dari timbulnya konflik dengan ibunya, muncul kemudian keinginan
pada anak gadis untuk melepaskan diri dari kewibawaan serta pengaruh ibunya.
Dan timbul keenderungan untuk mengadakan identifikasi-substitusi
dengan seorang wanita ideal lainnya. Sebagi pengganti ibunya.
2.4.2 Bentuk
relasi kasih sayang yang lain ialah ikatan kasih sayang pada seorang kawan
gadis, yang pada umumnya bersifat kurang konfliktius jika dibanding dengan
bentuk relasi dengan ibunya. Relasi persahabatan dengan seorang kawan gadis itu
sangat besar artinya bagi pembentukan kepribadian anak, karena dapat memperkaya
kehidupan afektif (perasaan, dan untuk menumbuhkan kepercayaan diri).
Sehubungan dengan uraian tadi, jika
pada saat pra-pubertas itu sampai tidak terjalin satu ikatan persahabatan, maka
hal ini pada umumnya akan mengakibatkan lacune atau ketidaklengkapan (lubang,
leemte) yang sifatnya cukup serius. Lacune ini bisa berupa trauma (luka) yang
khusus muncul pada usia pra-pubertas, biasanya berupa kehilangan seorang kawan
gadis disebabkan oleh perpisahan, oleh kematian, atau ketidaksetiaan. Karena
kehilangan teman gadisnya, dan tidak memperoleh kompensasi/pengganti pada
ibunya sendiri, umpamanya karena ibunya sudah meninggal atau tidak mampu membantu
anaknya, hal ini bisa menumbuhkan kesulitan-kesulitan neurotis, regresi
infartil (regressus=kemunduran, infartil=kekanak-kanakan), dan bentuk-bentuk
kecemasan irriil yang serius.
Selanjutnya, dibalik segi-segi
positif dari bentuk persahabatan yang homoseks (homo=sama, sejenis) ini ada
kalanya timbul bahaya lain berupa fiksasi
(fixus=tetap melekat, perekatan) dari kecenderungan homoseksual sampai pada
usia adolesensi dari kedewasaan yang sempurna.
Orang menakankan untuk
homoseksualitas pada usia pubertas dan pra-pubertas ini sebagai homoseksualitas
perkembangan, untuk membedakan dari homoseksaulitas yang sebenarnya. Yang
disebut dengan homoseksualitas yang sebenarnya adalah relasi seksual diantara
dua orang dari jenis kelamin yang sama.
2.5
Homoseksualitas
– Perkembangan
Homoseksualitas-perkembangan antara
dua gadis dengan segala derajat keintiman dan dalam bentuk yang beraneka ragam
itu terdapat pada semua kelompok manusia di dunia, dan terdapat di semua
negara. Relasi semacam ini merupakan gejala yang cukup penting pada usia
pra-pubertas dan pubertas.
Homoseksualitas-perkembangan ini
harus dibedakan dari homoseksualitas sebenarnya, karena hanya bentuk
lahiriah-nya saja yang hampir menyerupai. Sedang bentuk psikisnya sangat
berbeda sekali. Jika pada homoseksualitas sebenarnya/biasa relasi seksualnya
dibarengi dengan nafsu-nafsu erotik yang kuat dan kurang wajar, maka relasi
pada homoseksualitas pra-pubertas dan
pubertas ini bentuknya netral.
Semua relasi pada homoseksualitas-perkembangan
pada masa pra-pubertas dan pubertas sifatnya murni psikis, netral dan “polos”.
Biasanya dalam bentuk persahabatan yang sangat intensif, amat intim, sangat
akrab, penuh lamunan, penuh rasa kasih sayang. Jadi inti dari relasinya bukan seksualitas.
Yang penting dalam relasi homoseksualitas-perkembangan ini adalah unsur
mengagumi partnernya, hormat dan takjub terhadap kawan, ada keinginan untuk
dimengerti oleh temannya, terutama keinginan dari pihak yang lebih lemah dan
lebih muda, dan keinginan untuk
memberikan perlindungan dengan penuh rasa kasih-sayang oleh partner yang kuat
atau yang lebih tua. Ekspresi yang sering ditampakkan antara lain adalah saling
mencium, merangkul, berdekapan, jalan bergandengan, duduk bersanding, dan saling
membelai, saling menghibur dan lain-lain.
Oleh karena tidak ada diferensiasi
dari kehidupan psikisnya, dari unsur seksualitas juga belum mencapai taraf
kematangan pasa fase ini, maka tampaknya relasi homoseksualitas-perkembangan
itu aneh dan membingungkan.
Untuk anak gadis pada umunya,
bentuk homoseksualitas-perkembangan biasanya merupakan suatu stadium belaka
dari perkembangan seksual yang sebenarnya. Selanjutnya, cepat atau lambat anak
gadis akan menemukan partner cinta yang sebenarnya dalam hubungan heteroseksual
(dengan partner jenis kelamin lainnya).
Unsur-unsur yang sangat mencolok
pada homoseksualitas-perkembangan ini ialah sikap yang ragu-ragu, yang oleh
Alfred Adler disebut sebagai “Zogernde
Attitude”, dibarengi oleh kurangnya keperayaan diri dan kecemasan.
Sehubungan dengan ciri tersebut,
munculah dorongan untuk mendapatkan perlindungan dan security. Sikap yang
bimbang ragu itu sebagai akibat dari kurangnya keberanian dan inisiatif,
kurangnya agresivitas yang kejantan-kejantanan, dan sedikitnya pengalaman anak
gadis.
Pada umumnya,
homoseksualitas-perkembangan tidak berlangsung terlalu lama. Namun apabila
homoseksualitas-perkembangan tersebut berproses terlalu lama, dan menjadi pola
yang fixed menetap, maka peristiwa ini sudah menjurus pada keabnormalan. Pada
peristiwa yang sedemikian, juga pada peristiwa yang lebih serius lagi, perlu
orang meminta nasehat medis dan bimbingan kejiwaan seorang psikiater atau
psikolog.
Selanjutnya pada masa pubertas itu
juga timbul minat dan emosi heteroseksual,
di samping perasaan “homoseksual” terhadap ibu dan seorang kawan gadis. Pada
usia ini ialah timbulnya kecenderungan heteroseksual yang khas sekali, yaiu
terjalinnya relasi segitiga atau triangulaire.
Yakni ada hubungan antara diri sendiri, obyek cinta kasih dengan wanita (dengan
ibu dan teman gadis), dan obyek cinta dengan seorang pemuda. Oleh karena itu relasi tersebut lebih bersifat biseksual atau kelamin ganda.
Sehubungan dengan biseksualitas ini
anak gadis banyak mengalami kegoncangan dan keraguan, sebab ia senantiasa
diayun-buaikan antara perasaan homoseksual-perkembangan dan heteroseksual, yang
biasanya berakhir dengan “kemenangan” perasaan heteroseksual.
Keraguan biseksual pada masa
pubertas ini merupakan refrain-pengulangan dari relasi anak gadis dengan orang
tuanya, yaitu gadis-ibu-ayah, yang kini berubah jadi hubungan triangulaire
gadis – teman perempuan – teman pria.
Adapun bahaya dari relasi antara
anak gadis dengan orang tuanya yang terlau fixed (melekat) adalah untuk
melepaskan diri dari ikatan dengan orang tuanya, ada kalanya anak gadis
menggunakan cara melarikan diri, pergi dari rumah. Jika pelarian tadi tidak
dibarengi dengan konflik serius, usaha melarikan diri ini akan berakhir dengan
sebuah tragedi atau kefatalan. Jika anak terjatuh ke tangan kotor dan
gerombolan immoril serta kriminil, dan tidak bisa pulang kembali.
Pada umumnya usaha lari dari rumah
itu disebabkan oleh kerisauan seksual pada diri anak, tanpa disertai perasaan
heteroseksual yang sejati. Hal ini sangat sering terjadi pada masa pubertas
awal. Usaha melarikan diri itu juga didorong kuat oleh :
2.5.1 Kurangnya
kemampuan untuk mengontrol diri, kemampuan mengendalikan diri masih lemah
2.5.2 Ketidakstabilan
psikis
2.5.3 Konflik
intern yang intens dan kuat
2.5.4 Ada
kebimbangan karena belum menemukan norma yang mantap
Peristiwa melarikan diri ini pada
suatu masa atau periode waktu tertentu dan di kota besar biasanya berlangsung
secara masal sehingga menjadi masalah sosial yang pelik bagi orang tua yang
bersangkutan dan masyarakat pada umumnya.
2.6
Realisasi
dari Fantasi Seksual
Unsur-unsur fantasi seks gadis yang
mula-mula masih dalam bentuk angan-angan, pada masa pubertas tersebut ada
kalanya di realisasikan atau dicobakan di jalanan bahkan di luar rumah;
biasanya bersama-sama dengan seorang kerabat atau bersama sahabt-sahabatnya.
Pada mulanya gadis puber belum memiliki keinginan seksual artinya dia tidak
mengenal bahaya dan merindukan dan tidak merindukan kepuasan seksuaal akan
tetapi gaya dan permainan diluar rumah sifatnya sering merangsang dalaam
pengertian bisa memberikan perangsang seksual kuat kepadaa kaum pria. Sedang
reaksi diluar terhadap gadis cilik yang bergincu, genit, dan berbedak wangi itu
sifatnya bisa serius. Ditambah dengan tingkah laku si gadis yang provokatif hal
ini bisa menimbulkan dampak menggiurkan dan memancing nafsu birahi laki-laki.
Sehingga peristiwa tersebut tidak jarang menyebabkan laki-laki lupa daratan,
dan melakukan hal-hal yang tidak diharapkan misalnya, merayu, perkosaan, seks
bebas, dll. Lambat laun sebagai akibat dari rangsangan dan atensi dari kaum
pria, baik dari yang dewasa maupun yang belum kepekaan seksual akan tumbuh pada
gadis cilik itu.
Pada mulanya segala tingkah laku
anak gadis tadi berlangsung sebagai satu periode (permainan pendahuluan) yang
netral dan “tak berdosa” sifatnya. Akan tetapi tanpa disadari benar oleh si
gadis permainan seksualnya semakin panas, musykil, dan berbahaya. Akhirnya si
gadis kecil tidak mampu mengekang dirinya lagi. Dan sebelum gadis tersebut
sadar ia sudah melakukan kesalahan yang tidak dapat ditebus kembali yaitu
menyerahkan mahkota kehormatan atau mahkota kegadisannya. Sebab pengalaman
seksual yang pertama kali dan agaknya terjadi secara kebetulan atau tidak
sengaja itu selanjutnya menyebabkan berbagai perbuatan seksual laainnya. Karena
si gadis beranggapan bahwa dirinya sudah terlanjur basah dan terlanjur
tenggelam sehingga permainan harus dilanjutkan sampai habis-habisan.
Akhirnya perbuatan-perbuatan
tersebut berkembang menjadi tingkah laku tunasusila dan amoral lainnya. Daan
akibat lebih lanjut dari peristiwa ini adalah berkembangnya prostitusi oleh
gadis-gadis remaja, meluasnya penyakit veneris (sipilis), kelahiran anak-anak
haram, penggunaan ganja, penggunaan morphin, dan heroin. Serta munculnya
gerombolan anak-anak gadis tanggung yang meluncurkan diri tanpa bayaran, dan
melakukan promiscuity serta seks liar, pelacur-pelacur remaja, dan lain-lain.
2.7
Minat
Anak Puber
Masa penemuan diri itu didahului
oleh rasa-rasa yang polymorf (banyak bentuk) berupa rasa-rasa cemas, gelisah,
kecenderungan menentang orang tua dan kakak, konflik batin, berduka, dll. Semua
kejadian ini menyebabkan proses sebagai berikut :
2.7.1 Kegiatan
normal kini mengalami hambatan.
2.7.2 Gadis
muda remaja mulai berfikir secara serius tentang keadaan diri sendiri.
2.7.3 Ia
merasa muda dan kuat.
2.7.4 Memiliki
kemungkinan atau prospek di hari depan dan mampu berjuang.
2.7.5 Menimbulkan
dorongan yang kuat untuk melepaskan diri dari kewibawaan ibu dan orang tua.
Disamping itu dengan sadar anak
mulai mencari nilai hidup dan norma yang luhur, mencari hubungan dengan alam
serta hakekat hidup atau Tuhan Yang Maha Esa. Pada fase ini si gadis mulai
memilih suatu pola hidup tertentu dikaitkan dengan dunia luar yang obyektif.
Pada umumnya, gadis pubertas
terikat erat pada obyek konkrit. Ia juga banyak tertarik pada pribadi ideal
yang luhur dan besar, yang bisa dijadikan simbol kebesaran atau dianggap
sebagai penuntun dan panutan baginya. Anak pubertas memiliki antusias yang
penuh untuk menghormati gurunya, ia juga mengagumi seorang teman atau seseorang
“bintang”. Bahkan ia memuja individu tersebut secara berlebihan.
2.8
Proses
Identifikasi
Proses identifikasi ini bervariasi
bentuknya. Identifikasi tersebut bisa bermanfaat karena bisa memperkuat
pertumbuhan jati dirinya sendiri. Akan tetapi jika identifikasi ini terlampau total
maka hal ini akan mengakibatkan pengingkaran terhadap kepribadiannya. Sedang
tanpa identifikasi sama sekali bisa timbul kecemasan dan gejala-gejala neurotis
lainnya. Oleh karena itu, proses identifikasi memiliki peranan yang sangat
besar bagi anak gadis terhadap orang tuanya; dan berpengaruh pula terhadap
lingkungan sosialnya.
Sama halnya dengan identifikasi
pada masa pra-pubertas, identifikasi dan relasi triangulaire pada masa pubertas
dapat berlangsung lama. Ada kalanya relasi tersebut meletus jika konflik
heteroseksualitas melawan homoseksual menjadi serius. Konflik yang biasa
terjadi berupa :
2.8.1 Ada
perasaan yang ambivalen (dwi nilai) antara kebencian dan cinta.
2.8.2 Konflik
antara impuls aktif jantan atau maskulin melawan impuls pasif kewanitaan atau
feminin.
2.8.3 Keraguan
psikis dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku yang berubah, yang agresif,
aktif melawan kecenderungan pasif, merendah penuh kelembutan.
2.8.4 Perasaan
diri kuat dan rasa dewasa berkonflik melawan kecemasan, kepedihan, kekalahan.
2.8.5 Munculnya
rasa depresi, dan lain-lain.
Jelaslah kini bahwa fase biseksual
yang menonjolkan komponen homoseksualitas perkembangan dan heteroseksualitas
itu sering menimbulkan kekacauan, frustasi dan keraguan psikis bagi anak gadis.
Sehubungan dengan ini masa pubertas
awal dapat disebut pula dengan “edisi kedua dari masa kanak-kanak” yang
menonjolkan keraguan dalam memilih obyek cintanya. Umpamanya tidak dapat
menentukan kasihnya, mana yang lebih besar terhadap ayah atau terhadap ibunya;
tidak mampu memilih pribadi yang dicintainya antara ayah, ibu, dan juga
ragu-ragu memilih obyek cinta diantara sekian banyak calon pacar dan lain lain.
2.9
Perubahan
Sikap dan Perilaku pada Masa Puber
2.9.1 Ingin
Menyendiri
Biasanya dalam masa puber anak –
anak biasanya menarik diri dari teman – teman dan dari berbagai kegiata
keluarga, dan sering bertengkar dengan teman – teman maupun dengan anggota
keluarga nya. Anak dalam masa puber lebih suka melamun, menuntut untuk selalu
dimengerti dan diperlakukan dengan baik. Anak juga melakukan eksperimen seks
melalui masturbasi. Gejala menarik diri ini mencakup ketidakinginan
berkomunikasi dengan orang – orang lain. Contohnya, anak pada masa ini sudah
mulai pacaran. Setelah beberapa bulan pacaran ternyata putus. Disaat itulah
anak menarik diri dari lingkungan, misalnya sering menangis di dalam kamar.
Masa puber itu juga sangat berbahaya, biarpun anak dapat membedakan mana yang
baik dan mana yang benar, tapi terkadang anak bisa lupa akan hal itu. Peran
orang tua sangat dibutuhkan pada masa ini. Akan tetapi, semua itu ditinjau dari
pola asuh orang tua masing – masing anak.
2.9.2 Bosan
Anak dalam masa puber mulai bosan
dengan permainan yang sebelumnya sangar dimengerti, tugas – tugas sekolah,
kegiatan – kegiatan sosial, dan kehidupan pada umumnya. Akibatnya anak sedikit sekali
bekerja sehingga prestasinya di berbagai bidang menjadi menurun. Anak menjadi
terbiasa untuk tidak mau berpestasi khususnya karena sering timbul perasaan
akan keadaaan fisik yang tidak normal. Contohnya, setiap hari harus pergi ke
sekolah, harus pergi belajar, harus mengerjakan tugas – tugas dll.
2.9.3 Inkoordinasi
Pertumbuhan pesat dan tidak
seimbang mempengaruhi koordinasi gerakan, anak akan merasa kikuk dan janggal
selama beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, koordinasi akan membaik
secara bertahap.
2.9.4 Antagonisme
Sosial
Anak dalam masa pubertasa sering
kali tidak mau bekerja sama, sering membantah dan menentang. Permusuhan terbuka
angtara dua seks yang berlainan diungkapkan dalam kritik, dan komentar –
komentar yang merendahkan. Dengan berlanjutnya masa puber, anak kemudian
menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerja sama dan lebih sabar kepada orang
lain. Maka dari itu, anak dalam masa pubertas harus ditanamkan 4 hal
pembelajaran tentang IQ, EQ, RQ, dan SQ.
2.9.5 Emosi
yang Meninggi
Emosi seperti merajuk, ledakan
amarah, dan kecenderungan untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil
merupakan ciri – ciri bagian awal masa pubertas. Pada masa ini anak menjadi
merasa khawatir, gelisah, dan cepat marah. Dengan semakin matangnya keadaan
fisik anak, ketegangan lambat laun berkurang, dan anak sudah mulai mampu
mengendalikan emosinya. Contohnya anak pulang dari sekolah membanting pintu
rumah karena masalah yang ada di sekolah.
2.9.6 Hilangnya
Kepercayaan Diri
Anak remaja yang tadinya sangat
yakin pada diri sendiri, sekarang menjadi kurang percaya diri dan takut akan
kegagalan karena daya tahan fisik menurun dan karna kririk yang bertubi – tubi
datang dari orang tua dan dari teman – temannya. Banyak sekali anak baik
perempuan maupun laki – laki merasa rendah diri dalam masa ini. Contohnya,
biasanya anak remaja itu mempunyai banyak keinginan, ingin pandai di bidang
musik, ingin menjadi seorang penyanyi, ingin menjadi model, dll. Karena
keinginannya itu, kebanyakan orang tu tidak setuju. Sehingga terjadilah kritik
dari orang tua dan teman – temannya.
2.9.7 Terlalu
Sederhana
Perubahan tubuh yang terjadi selama
masa pubertas menyebabkan anak menjadi sangat sederhana dalam segala
penampilannya karena takut orang – orang lain akan memperhatikan perubahan yang
dialaminya dan memberi komentar yang buruk. Contohnya, pada anak remaja ingin
berpenampilan menarik dan seksi terutama pada anak perempuan agar menjadi pusat
perhatian. Akan tetapi, karena penampilannya yang seperti itu, misalnya dari
segi pakaian yang terbuka anak remaja sering mendapatkan komentar – komentar
yang buruk dari lingkungan sosialnya. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut,
anak remaja biasanya lebih sederhana dalam segala hal terutama berpakaian agar
tidak diberi cap yang buruk di lingkungan sosialnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sujianti.
Chandra, Ayu. 2012. Buku Ajar Psikologi
Kebidanan. Jakarta : Trans info media
0 Comments